Mengenai asal nama Riau
ada beberapa penafsiran. Pertama toponomi Riau berasal dari penamaan
orang Portugis dengan kata rio yang berarti sungai. Kedua mungkin
berasal dari tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa Laila
(Seribu Satu Malam) yang menyebut riahi, yang berarti air atau laut, dan
yang ketiga berasal dari penuturan masyarakat setempat, diangkat dari
kata rioh atau riuh, yang berarti ramai, hiruk pikuk orang bekerja.
Berdasarkan beberapa keterangan
di atas, maka nama Riau besar kemungkinan memang berasal dari penamaan
rakyat setempat, yaitu orang Melayu yang hidup di daerah Bintan. Nama
itu besar kemungkinan telah mulai terkenal semenjak Raja Kecik
memindahkan pusat kerajaan Melayu dari Johor ke Ulu Riau pada tahun
1719. Setelah itu nama ini dipakai sebagai salah satu negeri dari empat
negeri utama yang membentuk kerajaan Riau, Lingga, Johor dan Pahang.
Kemudian dengan Perjanjian
London (1824) antara Belanda dengan Inggris, kerajaan ini terbelah dua.
Belahan Johor - Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, sedangkan
belahan Riau - Lingga berada di bawah pengaruh Belanda. Dalam zaman
penjajahan Belanda (1905 - 1942), nama Riau dipakai untuk nama sebuah
keresidenan, yang daerahnya meliputi Kepulauan Riau serta pesisir Timur
Sumatera bagian tengah.
Setelah Propinsi Riau terbentuk
tahun 1958, maka nama itu di samping dipergunakan untuk nama sebuah
kabupaten, dipergunakan pula untuk nama sebuah propinsi yang penduduknya
dewasa itu sebagian besar terdiri dari orang Melayu.
Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di rantau ini, antara lain adalah:
* Kerajaan Inderagiri (1658-1838)
* Kerajaan Siak (1723-1858)
* Kerajaan Pelalawan (1530-1879)
* Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913)
* Kerajaan kecil lainnya, seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan Kandis (Rantau Kuantan).
Kata
Melayu berasal
dari kata Mala dan Yu. Mala artinya mula atau permulaan, sedangkan Yu
artinya negeri. Melayu artinya negeri yang mula-mula ada. Pendapat ini
sesuai dengan perkembangan bangsa Melayu dari daratan Asia Tenggara,
pada kira-kira tahun 2000 sebelum Masehi dan 1500 sebelum Masehi yang
menyebar ke seluruh Indonesia. Pendapat lain mengatakan, bangsa Melayu
berasal dari kata layu yang artinya rendah. Maksudnya bangsa Melayu itu
rendah hati sangat hormat kepada pemimpinnya. Istilah Melayu ini
dipergunakan untuk menamakan sebuah Kemaharajaan Melayu dan Kerajaan
Melayu Riau. Perkataan Melayu juga dipakai menamakan rakyat pendukung
kerajaan-kerajaan tersebut sehingga terkenal sebagai suku Melayu dengan
bahasa yang dipergunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu ini pada masa
dahulu menjadi Lingua Franca di kawasan Asia Tenggara ini.
RIWAYAT PROPINSI RIAU
Riau
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1948, tentang
pembagian Sumatera dalam tiga propinsi. Antara lain Sumatera Tengah yang
meliputi keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Keinginan rakyat Riau yang menghendaki daerah otonomi dibahas dalam berbagai kesempatan, antara lain:
* 17 Oktober 1954 diadakan Kongres Pemuda Riau di Pekanbaru.
* 7 Agustus 1955 diadakan Konperensi DPRDS I antar empat kabupaten dalam Keresidenan Riau di Bengkalis
* 7 September 1955 delegasi
DPRDS empat Kabupaten Riau menghadap Mendagri Mr. R. Soenarjo yang
menghasilkan Keterangan Nomor De/44/12/13/7 yang isinya, "Persoalan itu
akan diberi perhatian seperlunja, dan pembagian wilajah R.I. dalam
daerah-daerah propinsi jang baru sedang direntjanakan."
* 9 September 1955 dibentuk Badan Penghubung Persiapan Propinsi Riau di Jakarta.
* 31 Januari s/d 2 Februari 1956
diselenggarakan Kongres Rakyat Riau. 22 Oktober 1956, pertemuan para
tokoh dengan Mendagri Soenaryo. Menurut menteri, Undang-undang
Pembentukan Propinsi Riau belum disiapkan, namun akan diajukan dalam
Sidang Parlemen permulaan 1957.
* Sidang Kabinet 1 Juli 1957 menyetujui Riau dan Jambi menjadi propinsi.
* 9 Agustus 1957 diundangkan
dalam Lembaran Negara Nomor 75 dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1957
yang menetapkan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat,
Riau dan Jambi.
* Berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 256/M/1958, pada 5 Maret 1958 dilakukan pelantikan Gubernur KDH
Propinsi Riau, SM Amin di Tanjungpinang. Maka resmilah daerah Swatantra
Tingkat I Propinsi Riau.
* 20 Januari 1959 ibukota
propinsi kemudian dipindahkan dari Tanjungpinang ke Pekanbaru,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des 52/1/44-25.
Gubernur SM Amin digantikan oleh Kaharuddin Nasution yang dilantik pada 6
Januari 1960 di Pekanbaru.
Alam Sejarahnya , daerah Riau
pernah menjadi penghasil berbagai hasil bumi dan barang lainnya. Pulau
Bintan pernah di juluki sebagai pulau seganteng lada, karena banyak
menghasilkan Lada. Daerah Pulau tujuh, terutama pulai Midai pernah
menjadi penghasil Kopra terbesar di Asia tenggara,paling kurang sejak
tahun 1906 sampai tahun 1950-an. Bagan siapi-api sampai tahun 1950-an
adalah
penghasil ikan terbesar
di Indonesia, Batu bata yang di buat perusahaan raja Aji kelana di
pulau Batam,pasarannya mencapai Malaysia sekarang ini. Kemudia dalam
bidang penghasil karet alam, dengan sisitem kupon tahun 1930-an belahan
daratan seperti Kuantan,Indragiri dan kampar juga daerah yang amat
potensial.